Peta Jatinangor (Kawasan Kampus) |
Bahwa kini Jatinangor menjadi terkenal memang tak bisa dipungkiri. Sebut saja kata "jatinangor" maka bisa dikatakan orang yang mendengar kata tersebut tahu apa itu "jatinangor". Mengapa Jatinangor menjadi terkenal? Jatinangor menjadi terkenal setelah menjadi kawasan kampus. Saat ini ada empat perguruan tinggi (PT) yang berlokasi di Jatinangor. Keempat perguruan tinggi tersebut adalah STPDN (Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri), IKOPIN (Institut Koperasi Indonesia), UNPAD (Universiyas Padjadjaran), dan ITB (Institut Teknologi Bandung). Yang terakhir, yaitu ITB, pada awalnya adalah UNWIM (Universitas Winaya Mukti). Karena Unwim jumlah mahasiswa semakin berkurang, ITB kemudian membeli (?) kampus tersebut. Kampus UNWIM pun berubah menjadi kampus jauhnya (?) ITB di Jatinangor. Kita tahu kampus pusat ITB adalah di Jalan Tamansari, Bandung.
Dengan kehadiran empat perguruan tinggi tersebut, Jatinangor pun berubah menjadi kawasan kampus atau kawasan dunia pendidikan. Jika tidak salah, ketika saya kelas 3 SMP (tahun 1982 atau 1983), pembangunan kampus IKOPIN dan STPDN mulai dikerjakan. Waktu SMP saya sekolah di SMPN 1 Cikeruh (kini SMPN 1 Jatinangor) yang lokasinya adalah kampus STPDN sekarang. Jika dikira-kira, lokasi SMPN 1 Cikeruh pada saat itu pas di lokasi pintu gerbang STPDN sekarang.
Jatinangor adalah sebuah kecamatan yang merupakan salah satu kecamatan dari Kabupaten Sumedang. Kecamatan ini dulunya tidak bernama "jatinangor". Nama sebelumnya adalah "cikeruh". Setelah kehadiran kampus-kampus di daerah Jatinangor maka nama "jatinangor" menjadi lebih terkenal dibandingkan nama "cikeruh". Karenanya kemudian nama "jatinangor" resmi menggantikan nama "cikeruh" sebagai nama kecamatan. Nama "jatinangor" sendiri asalnya adalah nama sebuah kampung atau dusun (?) di Kecamatan Cikeruh pada waktu itu. Itu adalah suatu daerah atau wilayah yang tepatnya berada di lokasi perkebunan karet milik pemerintah. Perlu ditegaskan di sini bahwa kawasan yang sekarang menjadi area kampus keempat perguruan tinggi di Jatinangor adalah merupakan perkebunan karet pada saat itu. Di kawasan perkebunan karet tersebut pada saat itu ada sebuah sekolah dasar negeri, yaitu SDN Jatinangor (sekarang masuk area kampus ITB atau sebelumnya UNWIM). Nah, kawasan di mana ada SDN Jatinangor pada saat itu atau ITB sekarang, itulah daerah Jatinangor.
Jembatan kereta api Cikuda atau Cingcin (1900-1930) |
Menara Loji Jatinangor Sumber foto: http://sheandini.blogspot.com |
Selain Loji, di daerah Jatinangor pada saat itu, yaitu di sebelah utara SDN Jatinangor, ada pabrik pengolahan getah karet. Di sanalah getah karet yang dikumpulkan para pengumpul diolah menjadi lembaran-lembaran karet yang sudah dipanaskan dan dipress. Kemudian di dekat Loji, yaitu lebih ke atas dari pabrik pengolahan karet, ada lapangan sepakbola yang di sisinya ada pohon beringin besar (berdekatan dengan Loji). Sayang ketika pembangunan UNWIM, pohon beringin ini turut dibabat padahal rasanya di tempat tersebut UNWIM tidak mendiringan bangunan apapun. Di sebelah barat lapangan sepakbola ada kuburan Tuan Baud di bawah dua pohon Kihujan yang besar. Tuan Baud adalah orang Jerman yang pernah menyewa kawasan perkebunan Jatinangor kepada pemerintahan kolonial Belanda. Konon yang ditanam Tuan Baud bukan karet tapi teh. Menurut cerita yang saya dengar, Tuan Baud ini mati bunuh diri menelan intan karena diketahui pemerintah Belanda bahwa ia mencetak uang palsu (Golden barangkali). Saya tidak tahu apakah kuburan Tuan Baud ini masih ada atau tidak. Dulu jika kami selesai bermain sepak bola, sesekali main dekat kuburan Tuan Baud. Tutup kuburannya saja batu marmer. Wah mungkin tak lama setelah masa itu pun marmer tersebut sudah dijarah orang. Maklum semakin kesini orang semakin kelaparan. Apa saja dimakan.
Seiring perkembangannya dari waktu ke waktu, terutama akibat kehadiran empat perguruan tinggi, maka Jatinangor pun berubah menjadi kawasan yang ramai dan padat (terutama daerah yang berdekatan dengan lokasi kampus). Jatinangor atau sebelumnya "Cikeruh" yang pada tahun 80-an merupakan daerah yang sepi, kini menjadi sebuah "kota" baru yang ramai siang dan malam. Saya masih ingat, tahun 82 atau 83-an, Jatinangor itu gelap dan sepi di malam hari. Apalagi lalu lintas belum ramai seperti sekarang. Agak enggan lah orang keluar rumah malam hari. Beda dengan sekarang, sampai jam 12 malam atau bahkan jam 2 dini hari pun mungkin Anda tidak akan merasa takut untuk keluar rumah.
Ramai dan padatnya Jatinangor adalah karena kehadiran para mahasiswa empat perguruan tinggi tadi. Yang paling banyak mahasiswanya yang tinggal di Jatinangor pastilah UNPAD (Universitas Padjdjaran). Ini karena Unpad adalah perguruan tinggi negeri. Selain itu, Unpad adalah PT yang saat ini bisa dikatakan kampusnya berpusat di Jatinangor. ITB juga perguruan tinggi negeri, tapi kampus pusatnya adalah di Bandung. Sehingga sebagian besar mahasiswa ITB berada di Bandung. STPDN juga berstatus negeri tapi mahasiswanya tak sebanyak Unpad. Tentang Ikopin, akhir-akhir ini saya dengar, mahasiswa makin berkurang. Bisa dikatakan bahwa sebagian besar mahasiswa yang tinggal di Jatinangor adalah mahasiswa Unpad.
Dengan kehadiran mahasiswa di Jatinangor, yang jumlahnya pasti ribuan, membawa konsekuensi pada dunia bisnis dan perdagangan. Yang kasat mata misalnya adalah menjamurnya kontrakan atau penginapan. Bahkan saat ini sudah ada apartemen segala. Hotel pun sudah hadir di Jatinangor. Bagi Anda yang datang dari luar daerah dan mungkin harus bermalam, tak perlu khawatir kesulitan mencari tempat untuk menginap. Pusat perbelanjaan pun tak kurang. Di Jatinangor sudah hadir pusat perbelanjaan yang biasanya hanya dimiliki kota-kota besar. Ada Jatinangor Town Square (Jatos). Ini adalah tempat belanja, nongkrong, hiburan, dan bermain para mahasiswa, remaja, dan warga Jatinangor lainnya.
Selain perubahan fisik, pasti tak luput adanya perubahan sosial dan nilai-nilai warga Jatinangor. Lagipula, banyak warga Jatinangor yang malah pindah tempat tinggal ke daerah lain. Sementara itu, penghuni Jatinangor banyak yang pendatang. Bahkan ada banyak kontrakan yang terdiri dari puluhan kamar (megah pula) yang bukan milik orang Jatinangor. Terkadang pemiliknya orang Bandung, Jakarta atau daerah-daerah lain. Bahkan katanya ada yang orang luar Jawa Barat segala.
Sifat-sifat atau kecenderungan yang biasanya hanya ada pada orang kota, kini juga melanda Jatinangor. Jika jaman dulu antar tetangga itu erat, sering ngobrol atau bertutur kata, kini sudah sibuk dengan urusan masing-masing. Bertetangga tapi jarang bersua atau bertegur sapa. Ini mengikuti kecenderungan dimana masing-masing mendirikan bisnisnya sendiri, ya membuat kontrakan. Dinding-dinding kontrakan jadi penyekat antara tetangga dengan tetangga. Apalagi jika tetangga sebelah adalah pendatang. Dan parahnya lagi pemiliknya tida ada di sana. Yang ada hanyalah pengurus yang ditunjuk untuk mengelola kontrakan tersebut.
Perubahan nilai-nilai juga terjadi. Dan ini pasti. Para mahasiswa datang dari berbagai daerah dengan adat istiadat, kebiasaan, dan perilaku yang dibawa dari daerahnya masing-masing. Apalagi mahasiswa-mahasiswa yang berasal dari kota-kota besar. Pasti mereka akan menularkan gaya serta pandangan hidup orang kota terhadap warga asli Jatinangor yang berakibat pada lunturnya nilai-nilai lama.
Ini hanya gambaran sekilas saja tentang perbedaan antara Jatinangor dulu dan sekarang. Terutama sekali mengenai perubahan fisik. Mudah-mudahan ada guna dan manfaatnya.
Penulis asli tulisan ini ada pada admin smppgrijatinangor.blogspot.com.
Copy paste (copas) silakan, tapi dimohon cantumkan sumber asli tulisan.
Selain perubahan fisik, pasti tak luput adanya perubahan sosial dan nilai-nilai warga Jatinangor. Lagipula, banyak warga Jatinangor yang malah pindah tempat tinggal ke daerah lain. Sementara itu, penghuni Jatinangor banyak yang pendatang. Bahkan ada banyak kontrakan yang terdiri dari puluhan kamar (megah pula) yang bukan milik orang Jatinangor. Terkadang pemiliknya orang Bandung, Jakarta atau daerah-daerah lain. Bahkan katanya ada yang orang luar Jawa Barat segala.
Sifat-sifat atau kecenderungan yang biasanya hanya ada pada orang kota, kini juga melanda Jatinangor. Jika jaman dulu antar tetangga itu erat, sering ngobrol atau bertutur kata, kini sudah sibuk dengan urusan masing-masing. Bertetangga tapi jarang bersua atau bertegur sapa. Ini mengikuti kecenderungan dimana masing-masing mendirikan bisnisnya sendiri, ya membuat kontrakan. Dinding-dinding kontrakan jadi penyekat antara tetangga dengan tetangga. Apalagi jika tetangga sebelah adalah pendatang. Dan parahnya lagi pemiliknya tida ada di sana. Yang ada hanyalah pengurus yang ditunjuk untuk mengelola kontrakan tersebut.
Perubahan nilai-nilai juga terjadi. Dan ini pasti. Para mahasiswa datang dari berbagai daerah dengan adat istiadat, kebiasaan, dan perilaku yang dibawa dari daerahnya masing-masing. Apalagi mahasiswa-mahasiswa yang berasal dari kota-kota besar. Pasti mereka akan menularkan gaya serta pandangan hidup orang kota terhadap warga asli Jatinangor yang berakibat pada lunturnya nilai-nilai lama.
Ini hanya gambaran sekilas saja tentang perbedaan antara Jatinangor dulu dan sekarang. Terutama sekali mengenai perubahan fisik. Mudah-mudahan ada guna dan manfaatnya.
Penulis asli tulisan ini ada pada admin smppgrijatinangor.blogspot.com.
No comments:
Post a Comment