Penyelenggaraan ujian nasional (UN) 2013 untuk jenjang SMA/MA/SMK ditandai dengan berita tak sedap. Berita yang dimaksud adalah terjadinya penundaan penyelenggaraan UN di 11 provinsi. Penundaan terjadi akibat bahan ujian belum siap untuk kesebelas provinsi tersebut.
Sebelas provinsi yang mengalami penundaan UN adalah:
- Nusa Tenggara Barat (NTB),
- Nusa Tenggara Timur (NTT),
- Kalimantan Timur,
- Kalimantan Selatan,
- Bali,
- Sulawesi Utara,
- Sulawesi Barat,
- Sulawesi Tenggara,
- Sulawesi Tengah,
- Sulawesi Selatan, dan
- Gorontalo
Penyelenggaraan UN untuk provinsi-provinsi tersebut diundurkan ke hari Kamis, 18 April 2013. Mulailah berbagai pihak saling menyalahkan. Pemerintah, dalam hal ini Mendikbud, menyalahkan pihak percetakan sebagai biang kerok keterlambatan ini.
"Katanya (Ghalia) terlambat menerima bahan soalnya. Saya tidak yakin karena dia pun sudah kontrak bersedia. Perusahaan lain bisa. Kecuali dari enam perusahaan (pemenang tender), dua atau tiga enggak bisa. Ini dari enam itu, hanya dia sendiri enggak bisa menyelesaikan tepat waktu," ujar Nuh (Mendikbud Tak Menyangka UN Bakal seperti Ini. eduksi.kompas.com. 16 Maret 2013).
Dilain pihak, PT Ghalia Printing Indonesia menolak jika hanya pihaknya yang disalahkan. "Dari kami sih, kalau memang mau seperti itu, ya jangan mengambil keputusan secara sepihak ya. Seharusnya kita dengan Kemendikbud bisa duduk bareng. Benar enggak ini kesalahan hanya dari Ghalia," kata Kuasa Hukum PT Ghalia Printing, Kamil Zacky (Bikin UN mundur, PT Ghalia keberatan jika di-blacklist. yahoo.com. 16 Maret 2013).
Siapa sebenarnya yang salah? Pemerintah seharusnya jangan hanya mencari kambing hitam. Toh apapun alasannya, pemerintahlah yang bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan UN. Apapun usaha pemerintah membela diri, yang kena serang, yang kena kritik, pastilah pemerintah juga. Bukankah kejadian seperti ini makin menunjukkan bahwa kemdikbud tidak profesional? Maunya saja UN dengan 20 paket, penyelenggaraannya amburadul!
Selain adanya penundaan untuk 11 provinsi, pelaksanaan UN 2013 yang dimulai hari Senin (15/4/2013) kemarin, juga ditandai sejumlah kekacauan. Sejumlah daerah kekurangan lembar soal dan lembar jawaban, paket mata pelajaran tertukar, hingga kualitas kertas buruk yang mudah sobek (UN di 11 Provinsi Tertunda, Presiden Panggil M Nuh. eduksi.kompas.com. 16 Maret 2013).
Berbagai kejadian ini mau tak mau makin mengencangkan desakan agar UN dihapuskan. "Sudahlah, hentikan saja UN. Terlalu banyak masalah yang ditimbulkan akibat kebijakan UN yang justru membuat pendidikan nasional kita tidak bergerak maju, bahkan mundur," kata Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FGSI) Retno Listyarti di Jakarta, Selasa, 16/4/2013 (Organisasi Guru Desak Penghentian UN. eduksi.kompas.com. 16 Maret 2013).
Hal senada juga disampaikan Sekretaris Jenderal Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) Iwan Hermawan. "Sampai hari kedua UN, masih ada masalah. Hari ini terjadi kekurangan soal Bahasa Inggris di berbagai SMA. Di satu sekolah bisa kekurangan soal untuk dua ruangan," kata Iwan.
Menurut hemat kami, desakan agar UN dihapuskan seharusnya ditanggapi secara positif oleh pemerintah. Selama ini begitu banyak pihak yang mengajukan keberatan atas penyelenggaraan UN yang bersifat menentunkan kelulusan. Kami yakin dan percaya, menjadikan UN sebagai cara untuk meningkatkan kualitas pendidikan bukanlah sesuatu yang tepat. Tidak mengapa ada UN, tapi jangan menentukan kelulusan. Kembalikan saja hak untuk menentukan lulus tidaknya seorang siswa kepada pihak sekolah. Sayangnya, M Nuh memang bandel. Tidak mau mendengar apa kata orang.
Lagi pula penyelenggaraan UN ini bagi kami hanya penghamburan dana saja. Patut diketahui bahwa untuk pengadaan naskah soal dan lembar jawaban UN (LJUN) dibutuhkan dana hingga Rp 94,8 miliar. Syukur jika kualitas pendidikan yang diharapkan memang terwujud. Jika tidak? Bukankah itu tindakan sia-sia?
Belum lagi akibat yang akan terjadi dengan penyelenggaraan UN kali ini yang 20 paket. Kami tidak bisa memprediksi apa gerangan yang akan terjadi. Bagaimana jika ada begitu banyak siswa yang tidak lulus? Apakah pemerintah siap dengan segala macam antisipasinya? Kami yakin, pemerintah akan kembali kedodoran pada akhirnya.
Terakhir, pesan kami untuk M Nuh: sudahlah, Pak, jangan keukeuh. Jangan ngotot terus. Apa yang sebenarnya bapak kejar? Bijaksanalah sedikit. Sekali-kali ngalah demi kebaikan bersama. Sikap ngotot bapak tidak akan berbuah kebaikan, kami kira. Yang terjadi justru keadaan makin berantakan!
Penulis asli tulisan ini ada pada admin smppgrijatinangor.blogspot.com.
No comments:
Post a Comment