Para pendidik, siswa, dan juga orang tua sebenarnya tidak menolak keberadaan Ujian Nasional (UN). Bagaimanapun memang diperlukan adanya satu cara untuk mengevaluasi hasil belajar siswa selama mereka mengikuti pendidikan di suatu jenjang tertentu (SD, SMP, SMA). Evaluasi ini penting untuk melihat sejauh mana keberhasilan masing-masing siswa, sejauh mana keberhasilan sekolah, dan tindak lanjut apa yang perlu dilakukan ke depan berdasar hasil evaluasi tersebut. Tanpa evaluasi akhir semacam ini, sulit untuk menentukan berhasil tidaknya proses pendidikan yang telah dilaksanakan.
Jika beberapa tahun belakangan ini timbul suara-suara dan juga unjuk rasa yang menuntut dihilangkannya UN, hal itu lebih disebabkan karena hasil UN sekarang ini bersifat menentukan kelulusan. Kami yakin, tanpa ketentuan ini, baik siswa, orang tua, dan juga para guru tidak akan menuntut UN ditiadakan.
Di masa lalu UN tidak menentukan kelulusan. Kelulusan seorang siswa tetap berada di tangan pihak sekolah. Sekolah mengenal betul para siswanya. Berdasar kenyataan ini memang sudah sepantasnyalah pihak sekolah yang lebih berhak menentukan kelulusan siswa. Pihak sekolah akan lebih bijak dalam menentukan lulus tidak seorang siswa dibandingkan pemerintah. Pihak sekolah tahu mana siswa yang baik, rajin, hormat dan santun kepada guru (walau barangkali kurang berhasil dalam prestasi akademik). Memang sudah merupakan ketentuan bagi seorang guru, ia tidak akan memberi nilai semata berdasar kepada kecerdasan interlektual tetapi juga mempertimbangkan perilaku serta sikap si peserta didik. Kebijakan pemerintah yang hanya mengukur pantas tidaknya seorang siswa lulus beradasarkan nilai UN, merupakan tindakan yang bersifat simplicity (terlalu menyederhanakan masalah). Bukankah pendidikan merupakan proses yang kompleks? Yang didalamnya terlibat berbagai usaha menyentuh manusia dari berbagai dimensi?
Kami sepakat bahwa mutu pendidikan harus ditingkatkan. Kami juga setuju bahwa salah satu tolak ukur mutu pendidikan sebuah sekolah adalah nilai yang diperoleh siswa-siswinya pada saat UN. Tapi percayalah pada kami bahwa menuntut sekolah agar siswa-siswinya mendapat nilai yang bagus atau cukup bagus sebagai cara untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah tindakan yang tidak bijaksana. Semestinyalah nilai UN tidak dipandang sebagai sebab peningkatan mutu pendidikan. Nilai UN adalah akibat dari proses pembelajaran yang telah dilaksanakan. Mutu pendidikan harusnya diusahakan dengan cara memperbaiki proses yang terjadi selama pendidikan, bukan dengan menuntut nilai bagus di UN. UN hanyalah cara untuk mengevaluasi sejauh mana keberhasilan proses pendidikan yang telah dilaksanakan. Sebagai cara, hendaklah UN (nilai UN) tidak dijadikan sebagai tujuan.
Tentu timbul pertanyaan mengapa dari waktu ke waktu dunia pendidikan kita tak juga meningkat mutunya. Pastilah ada kesalahan inherent dalam dunia pendidikan kita. Harus kita akui bahwa sistem pendidikan kita memang masih mengandung banyak kelemahan. Salah satu contohnya adalah terlalu banyaknya materi pelajaran yang dijejalkan kepada peserta didik. Bagaimana mungkin anak-anak akan berprestasi dan benar-benar menguasai apa yang diajarkan jika terlalu banyak dan terlalu luas apa yang harus mereka pelajari. Dunia pendidikan kita memang nampak bersifat eklektif - mencomot dari sani-sini, mengambil dari sana sini tapi dangkal dan parsial. Ini hanya salah satu contoh saja dari kelemahan sistem pendidikan di negeri ini. Inilah yang seharusnya jadi perhatian pemerintah. Bukan nilai UN dan kelulusan siswa yang harus diurusi pemerintah. Soal kelulusan serahkan saja pada ahlinya, yaitu pihak sekolah. Mereka lebih tahu tentang hal itu dibandingkan pemerintah.
Sekali lagi alangkah bijaksananya jika pemerintah mau menghentikan UN yang menentukan kelulusan. UN silakan tetap ada, tapi jangan bersifat menentukan kelulusan. Silakan perbaiki mutu pendidikan dengan membidik sasaran yang tepat. Silakan sistem pendidikan kita dikaji, disederhanakan, dan diperbaiki untuk prestasi yang lebih baik.
Copy paste (copas) silakan, tapi dimohon cantumkan sumber asli tulisan.
Tentu timbul pertanyaan mengapa dari waktu ke waktu dunia pendidikan kita tak juga meningkat mutunya. Pastilah ada kesalahan inherent dalam dunia pendidikan kita. Harus kita akui bahwa sistem pendidikan kita memang masih mengandung banyak kelemahan. Salah satu contohnya adalah terlalu banyaknya materi pelajaran yang dijejalkan kepada peserta didik. Bagaimana mungkin anak-anak akan berprestasi dan benar-benar menguasai apa yang diajarkan jika terlalu banyak dan terlalu luas apa yang harus mereka pelajari. Dunia pendidikan kita memang nampak bersifat eklektif - mencomot dari sani-sini, mengambil dari sana sini tapi dangkal dan parsial. Ini hanya salah satu contoh saja dari kelemahan sistem pendidikan di negeri ini. Inilah yang seharusnya jadi perhatian pemerintah. Bukan nilai UN dan kelulusan siswa yang harus diurusi pemerintah. Soal kelulusan serahkan saja pada ahlinya, yaitu pihak sekolah. Mereka lebih tahu tentang hal itu dibandingkan pemerintah.
Sekali lagi alangkah bijaksananya jika pemerintah mau menghentikan UN yang menentukan kelulusan. UN silakan tetap ada, tapi jangan bersifat menentukan kelulusan. Silakan perbaiki mutu pendidikan dengan membidik sasaran yang tepat. Silakan sistem pendidikan kita dikaji, disederhanakan, dan diperbaiki untuk prestasi yang lebih baik.
Penulis asli tulisan ini ada pada admin smppgrijatinangor.blogspot.com.
No comments:
Post a Comment