Saturday, October 20, 2012

Korupsi Telah Menjadi Budaya di Masyarakat Kita

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan turut serta dalam dunia pendidikan, terutama untuk pendidikan anti korupsi. Korupsi tidak atau jangan sampai jadi budaya. Oleh karenanya pendidikan  anti korupsi harus ditanamkan sejak dini. Ini, katanya, bisa dilakukan secara formal di sekolah-sekolah, atau dengan menggiatkan komunitas pendidikan (terdiri dari guru atau siswa) yang berkonsentrasi dalam pemberantasan korupsi (Kompas.com, 20/10/2012).

tikus koruptorWah, apa tidak terlambat? Jika dikatakan korupsi tidak boleh jadi budaya, justru ia telah menjadi budaya. Korupsi sudah berurat berakar dalam masyarakat Indonesia. Korupsi adalah bagian dari kehidupan bangsa Indonesia. Korupsi adalah tradisi. Saking membudayanya, korupsi sudah dianggap sebuah kewajaran. Justru yang tak wajar adalah yang tidak korupsi. Korupsi itu biasa, yang tidak korupsi yang tidak biasa. Yang korupsi itu normal, yang tidak korupsi justru dia yang aneh. Eh dunia sudah terbalik. Yang benar dianggap lucu, yang salah malah tertawa menertawakan yang lucu. Yang tidak korupsi dianggap bodoh, yang korup...itu dia yang pinter nyari duit!

Ayolah kita jangan munafik. Realita semacam ini kasat mata di hadapan kita. Hanya saja kita lebih suka tutup mata. Korupsi ada di sekeliling kita. Tapi kita malah berteriak-teriak seolah korupsi adalah orang di ujung sana. Jangan dulu menunjuk atau memandang yang jauh, lihat dulu sekeliling kita. Aroma korupsi bagai aroma kopi yang diseduh teman sekantor atau teman sekamar.

Eh lihat tuh teman-teman kita, atasan kita, saudara kita, tetangga kita, bahkan mungkin orang tua kita. Adakah kita menaruh curiga kok bisa beroleh banyak hal (termasuk sesuatu yang mewah) dengan gaji yang kalau dihitung-hitung rasanya tak mungkin? Ini memang persoalan sulit. Menuduh orang atau curiga pada orang lain, bisa dikategorikan su'udzon (berburuk sangka). Dan itu dilarang agama juga nilai-nilai ketimuran. Atau bisa juga kita dikatakan iri, dengki dengan rejeki orang. Bukankah lebih baik kita diam dan jangan ikut campur urusan orang? Saya pikir inilah yang sebagian besar terjadi. Orang lebih memilih diam daripada mencari masalah. Tutup mata saja pura-pura tidak tahu. Orang yang tidak tahu memang tak akan dimintai pertanggungjawaban.

Atau bisa juga terjadi seseorang sadar betul adanya perbuatan korup yang dilakukan perseorangan atau kelompok tertentu. Mungkin atasannya atau atasan dari atasannya. Tapi, apa yang bisa dilakukannya selain diam? Banyak orang sadar betul bahwa ia bukan siapa-siapa. Dan jelas ia tak bisa berbuat apa-apa. Dan alangkah lebih baik diam daripada terlibat masalah.

Banyak juga orang yang malah merasa bangga bahkan memuji-muji saudaranya, atau atasannya, atau tetangganya, atau siapa saja yang katanya pintar cari uang. Mobilnya saja tiga. Rumahnya megah. Sawahnya banyak. Belum lagi itu ini. Jangan tanyakan dari mana orang itu mendapatkan uang begitu banyak untuk membeli semua itu. Yang kita harus lakukan adalah mengamini saja pujian-pujian semacam itu.

Ini hanya gambaran bahwa korupsi itu bagi masyarakat bukanlah apa-apa. Ia adalah kelajiman yang tak perlu dipersoalkan. Ia adalah wajar dan sewajarnya seperti halnya orang ngantuk ya harus tidur. Ya kalau punya jabatan ya wajarlah jadi kaya. Kan dia bekerja. Kan dia punya jabatan. Kan dia pejabat. Kan dia kuasa. Karena kuasa maka dia punya hak. Apa masalah buat lu...? 

Ha ha ha inilah sulitnya. Bahkan orang yang idealispun, yang tak ada niat korupsi, bisa terjebak dalam kebimbangan. Di kantor, di pasar, di gunung, atau bahkan di kamar kecil sekalipun, ia bisa bingung harus berbuat apa. Ikut-ikutan berarti berbuat dosa. Tak ikut, takut disebut sok alim atau bego. Bahkan tanpa ikut-ikutan pun sering kena cipratan.

Memberantas korupsi di Indonesia, seperti mengoperasi kanker yang sudah menjalar kemana-mana. Sampai ke akar. Sampai ke bagian yang paling bawah. Sampai ke bagian-bagian yang tidak kita duga. Mungkin anda juga akan ikut tersayat. Jangan-jangan saya juga. Mungkin semuanya. Mungkin sekampung. Mungkin sekantor. Bahkan mungkin senegara. Kita semua!

Bagi anda yang merasa tak korupsi, jangan marah dengan artikel ini. Jika anda tak bersalah, tak ada alasan untuk marah. Jika anda bersalah, anda tak punya hak untuk marah.

Sumber image: Kisah Sang Tikus

Penulis asli tulisan ini ada pada admin smppgrijatinangor.blogspot.com.
Copy paste (copas) silakan, tapi dimohon cantumkan sumber asli tulisan.

No comments:

Post a Comment